Kemarin saya mendapat telepon dari seorang teman yang ingin berkonsultasi dengan saya. Ia ditawari bergabung menjadi agen asuransi di sebuah perusahaan ternama. Ia minta pendapat saya, apakah peluang ini harus diambil atau tidak.
Masalahnya, dalam beberapa bulan terakhir ini ia selalu minta pendapat saya mengenai jenis usaha yang berbeda-beda. Sebelumnya ia minta pendapat mengenai bisnis jilbab, distributor alat pembersih rumah tangga dan batik.
Dalam beberapa bulan ini dia masih bingung dan belum menentukan bisnis mana yang akan dipilih dan ditekuninya.
Saya katakan kepadanya, supaya segera menentukan pilihan, fokus dan konsisten dengan pilihannya. Apa pun yang terjadi pilihan itu harus pertahankan dengan mati-matian. Jangan gampang tergoda untuk "pindah ke lain hati".
Saya berbisnis di bidang fashion garment. Meski pun analisis makro sering bernada negatif mengenai industri ini, saya tidak bergeming. Saya akan tetap di bisnis ini. Ini adalah periuk nasi saya. Saya akan bela mati-matian.
Tentu, kita jangan juga bersikap naif. Maksudnya, membela mati-matian bisnis yang memang sudah tidak ada lagi "cuan" atau keuntungannya.
Ada bisnis yang memang sudah jenuh atau sunset business. Contohnya, bisnis alat penyetara (pager) yang sudah mati ditelan oleh hand phone. Atau bisnis ISP konvensional yang sekarang ini dikuasai oleh pemain-pemain besar.
Teddy P. Rachmat menetapkan kriteria sederhana dalam memilih bisnis:
Pertama, bisnis itu harus ada pasarnya. Ya, kalau tidak ada pasarnya mau dijual ke mana?
Kedua, bisnis itu harus ada profitnya. Pastilah. Kalau tidak ada profitnya, itu namanya kerja sosial.
Ketiga, bisnis itu harus bisa ditinggal alias bisa berjalan tanpa kehadiran kita. Biar segede apa pun bisnisnya, tapi si owner masih terus nongkrongin setiap hari, itu bukanlah bisnis ideal.
Nah, setelah bisnis kita memenuhi kriteria itu, barulah fokus, bela mati-matian pilihan itu. What ever it takes.
Ketika saya memilih terjun di bisnis fashion busana muslim, dasar pemikirannnya sederhana sekali. Saya melihat banyak pemain bisnis ini yang kaya. Ada yang punya rumah mewah, berkolam renang,mobil keren dan mampu menyekolahkan anaknya ke luar negeri.
Sedangkan bisnis yang saya tekuni sebelum itu, pemainnya rata-rata masih kere. Mobilnya paling keren cuma Panther tua. Wah, ini nggak beres, pikir saya. Saya berada di jalur menuju kaya yang salah. Dengan segera saya switch bisnis saya ke busana muslim. Apa lagi bisnis sebelumnya itu sudah masuk tahap sunset.
Bagaimana kalau gagal? Coba lihat kiri kanan. Bagaimana dengan pebisnis lain di industri yang sama? Kalau mereka banyak yang sukses, berarti masalahnya ada di kita, bukan bisnisnya.
Ada ungkapan "one who can not dance put the blame on the floor", menyalahkan keadaan, menyalahkan kondisi yang tidak kondusif. Kita jangan seperti itulah.
Be responsibe. Take ownership terhadap bisnis kita. Ownership berasal dari kata own a ship, pemilik kapal (bisnis). Kita adalah pemilik dan nakhoda dari bisnis kita. Kita harus bertanggung jawab sepenuhnya dengan kapal kita.
So bagi pembaca yang masih bingung menentukan bisnis apa yang akan ditekuni. Pakailah kriteria itu. Kalau sudah ada pilihan, fokuslah, jangan menengok kiri kanan lagi. Jangan tergoda dengan "rumput tetangga yang lebih hijau".
Setiap bisnis pasti ada kendalanya. Saya menyebutnya "critical point". Taklukkan dan kuasailah critical point itu. Di bisnis saya misalnya, critical pointnya adalah kreativitas, supply chain management dan services. Kalau saya sudah menguasai ketiga hal itu, saya bisa dikatakan sudah maestro di bisnis ini.
Brian Tracy bilang, kalau kita fokus dan serius dalam satu bidang selama 2 tahun saja, kita bisa menjadi master di bidang itu.
Kalau masih bingung juga menentukan pilihan, kapan mau jadi master? Ingat, waktu adalah aset kita yang paling berharga. Jangan dibuang-buang. Dia tidak akan pernah kembali.
Salam FUUUNtastic!
Wassalam,
Roni, Owner Manet Busana Muslim, Founder Komunitas TDA
Masalahnya, dalam beberapa bulan terakhir ini ia selalu minta pendapat saya mengenai jenis usaha yang berbeda-beda. Sebelumnya ia minta pendapat mengenai bisnis jilbab, distributor alat pembersih rumah tangga dan batik.
Dalam beberapa bulan ini dia masih bingung dan belum menentukan bisnis mana yang akan dipilih dan ditekuninya.
Saya katakan kepadanya, supaya segera menentukan pilihan, fokus dan konsisten dengan pilihannya. Apa pun yang terjadi pilihan itu harus pertahankan dengan mati-matian. Jangan gampang tergoda untuk "pindah ke lain hati".
Saya berbisnis di bidang fashion garment. Meski pun analisis makro sering bernada negatif mengenai industri ini, saya tidak bergeming. Saya akan tetap di bisnis ini. Ini adalah periuk nasi saya. Saya akan bela mati-matian.
Tentu, kita jangan juga bersikap naif. Maksudnya, membela mati-matian bisnis yang memang sudah tidak ada lagi "cuan" atau keuntungannya.
Ada bisnis yang memang sudah jenuh atau sunset business. Contohnya, bisnis alat penyetara (pager) yang sudah mati ditelan oleh hand phone. Atau bisnis ISP konvensional yang sekarang ini dikuasai oleh pemain-pemain besar.
Teddy P. Rachmat menetapkan kriteria sederhana dalam memilih bisnis:
Pertama, bisnis itu harus ada pasarnya. Ya, kalau tidak ada pasarnya mau dijual ke mana?
Kedua, bisnis itu harus ada profitnya. Pastilah. Kalau tidak ada profitnya, itu namanya kerja sosial.
Ketiga, bisnis itu harus bisa ditinggal alias bisa berjalan tanpa kehadiran kita. Biar segede apa pun bisnisnya, tapi si owner masih terus nongkrongin setiap hari, itu bukanlah bisnis ideal.
Nah, setelah bisnis kita memenuhi kriteria itu, barulah fokus, bela mati-matian pilihan itu. What ever it takes.
Ketika saya memilih terjun di bisnis fashion busana muslim, dasar pemikirannnya sederhana sekali. Saya melihat banyak pemain bisnis ini yang kaya. Ada yang punya rumah mewah, berkolam renang,mobil keren dan mampu menyekolahkan anaknya ke luar negeri.
Sedangkan bisnis yang saya tekuni sebelum itu, pemainnya rata-rata masih kere. Mobilnya paling keren cuma Panther tua. Wah, ini nggak beres, pikir saya. Saya berada di jalur menuju kaya yang salah. Dengan segera saya switch bisnis saya ke busana muslim. Apa lagi bisnis sebelumnya itu sudah masuk tahap sunset.
Bagaimana kalau gagal? Coba lihat kiri kanan. Bagaimana dengan pebisnis lain di industri yang sama? Kalau mereka banyak yang sukses, berarti masalahnya ada di kita, bukan bisnisnya.
Ada ungkapan "one who can not dance put the blame on the floor", menyalahkan keadaan, menyalahkan kondisi yang tidak kondusif. Kita jangan seperti itulah.
Be responsibe. Take ownership terhadap bisnis kita. Ownership berasal dari kata own a ship, pemilik kapal (bisnis). Kita adalah pemilik dan nakhoda dari bisnis kita. Kita harus bertanggung jawab sepenuhnya dengan kapal kita.
So bagi pembaca yang masih bingung menentukan bisnis apa yang akan ditekuni. Pakailah kriteria itu. Kalau sudah ada pilihan, fokuslah, jangan menengok kiri kanan lagi. Jangan tergoda dengan "rumput tetangga yang lebih hijau".
Setiap bisnis pasti ada kendalanya. Saya menyebutnya "critical point". Taklukkan dan kuasailah critical point itu. Di bisnis saya misalnya, critical pointnya adalah kreativitas, supply chain management dan services. Kalau saya sudah menguasai ketiga hal itu, saya bisa dikatakan sudah maestro di bisnis ini.
Brian Tracy bilang, kalau kita fokus dan serius dalam satu bidang selama 2 tahun saja, kita bisa menjadi master di bidang itu.
Kalau masih bingung juga menentukan pilihan, kapan mau jadi master? Ingat, waktu adalah aset kita yang paling berharga. Jangan dibuang-buang. Dia tidak akan pernah kembali.
Salam FUUUNtastic!
Wassalam,
Roni, Owner Manet Busana Muslim, Founder Komunitas TDA
Comments