Ini ada tulisan Ustad Yusuf Mansyur. Simple tapi dalem.
Mudah2an bermanfaat.
Apakah Bangsaku Tidak Lagi Diperhitungkan? 2004 saya jalan ke Brunei. Karena saya pikir dkt, saya cuma bawa 1
kantong plastik saja. Ternyata di perjalanan, bawaan saya bertambah. Begitu masuk bandara Brunei, saya berniat membli tas. saya tawarlah 1 tas di 1 toko. Setelah dikurskan ke rupiah, angkanya jd 4,2jt. saya terbelalak, dan setengah bercanda saya bilang bahwa di Indonesia, tas kayak gini palingan 300-400rb atau paling mahal 1jt dah. Eh, si penjaga toko memasang muka merendahkan gitu, dan bilang: "No no no... Bukan tas kami yang mahal, tapi you punya rupiah yang tak ada harga!".
Ya Allah, seperti ditampar rasanya muka saya. Segitunyakah rupiahku? Segitunya kah negeriku? Mata uangnya tak ada harga. Lalu, pegimana bangsanya? Bagaimana negerinya? Adakah martabatnya?
2008 ini entah yang keberapa kali saya mengadakan prjalanan keluar negeri. Sudah tidak saya hitung lg saking seringnya, he he he. Nikmat ini saya syukuri. Saya tringat, dulu saban saya dimandiin dan dipakaikan pakaian oleh ibu saya, ibu saya hampir selalu berdoa dg doa yang relatif sama. Ya, hampir selalu. Doanya biar saya, katanya, gampang bulak balik ke mekkah, seperti ke pasar. Terus biar bisa keliling dunia. Yusuf kecil saat itu, sempat pula bertanya sambil ketawa, masa iya ke mekkah segampang ke pasar? Lagian mana mungkin sih keliling dunia? Ibu saya menjawab, eeeehhhh... Allah Punya Kuasa. Kalo DIA mau, gampang buat DIA mah. Nabi Muhammad aja diterbangin isra mi'raj.
Ya itulah doa ibu saya. Alhamdulillah. Trnyata betul. Sekarang saya alami sendiri. Pergi haji buat saya pribadi udah benar-benar gampang. Alhamdulillah. Biar pintu pendaftaran dah ditutup, saya masih bisa
pergi dengan undangan kerajaan punya, atau dengan cara-cara yang tahu-tahu saya udah di sana! Subhaanallaah memang. tapi saya ga aji mumpung. Waktu ibu saya, mertua dan rombongan keluarga ga dapat nomor haji, banyak orang dekat bilang, pake dong power ente. Ah, saya mah malah bilang, sabar ya bu. Sabar ya wahai keluargaku. Pergi haji mah urusan Allah. Ga usah dicari-cari. Kalo dah waktunya, ya waktunya.
Dan alhamdulillah, pergi ke luar negeri pun sekarang ini saya yang susah payah menolak undangannya. Masya Allah. And I speak not only in bahasa; but both in arabic and english as an international language. Saya bersyukur dengan keadaan ini, tapi sekaligus ada yang membuat saya menjadi tertegun. Betapa "Jakarta" dah ga dianggap. Di hampir semua bandara internasional; baik asia, maupun non asia, nama "Jakarta" ga ada lagi di board penunjuk waktu.. Yang ada: London, Paris, New York, dan kota-kota besar dunia. Bahkan ada nama Kuala Lumpur! Sedang
Jakarta, yang mewakili satu nama besar: Indonesia, ga ada lagi di board tersebut.
Apa yang sedang terjadi dengan bangsa kita, kita semua tahu...
Mudah2an bermanfaat.
Apakah Bangsaku Tidak Lagi Diperhitungkan? 2004 saya jalan ke Brunei. Karena saya pikir dkt, saya cuma bawa 1
kantong plastik saja. Ternyata di perjalanan, bawaan saya bertambah. Begitu masuk bandara Brunei, saya berniat membli tas. saya tawarlah 1 tas di 1 toko. Setelah dikurskan ke rupiah, angkanya jd 4,2jt. saya terbelalak, dan setengah bercanda saya bilang bahwa di Indonesia, tas kayak gini palingan 300-400rb atau paling mahal 1jt dah. Eh, si penjaga toko memasang muka merendahkan gitu, dan bilang: "No no no... Bukan tas kami yang mahal, tapi you punya rupiah yang tak ada harga!".
Ya Allah, seperti ditampar rasanya muka saya. Segitunyakah rupiahku? Segitunya kah negeriku? Mata uangnya tak ada harga. Lalu, pegimana bangsanya? Bagaimana negerinya? Adakah martabatnya?
2008 ini entah yang keberapa kali saya mengadakan prjalanan keluar negeri. Sudah tidak saya hitung lg saking seringnya, he he he. Nikmat ini saya syukuri. Saya tringat, dulu saban saya dimandiin dan dipakaikan pakaian oleh ibu saya, ibu saya hampir selalu berdoa dg doa yang relatif sama. Ya, hampir selalu. Doanya biar saya, katanya, gampang bulak balik ke mekkah, seperti ke pasar. Terus biar bisa keliling dunia. Yusuf kecil saat itu, sempat pula bertanya sambil ketawa, masa iya ke mekkah segampang ke pasar? Lagian mana mungkin sih keliling dunia? Ibu saya menjawab, eeeehhhh... Allah Punya Kuasa. Kalo DIA mau, gampang buat DIA mah. Nabi Muhammad aja diterbangin isra mi'raj.
Ya itulah doa ibu saya. Alhamdulillah. Trnyata betul. Sekarang saya alami sendiri. Pergi haji buat saya pribadi udah benar-benar gampang. Alhamdulillah. Biar pintu pendaftaran dah ditutup, saya masih bisa
pergi dengan undangan kerajaan punya, atau dengan cara-cara yang tahu-tahu saya udah di sana! Subhaanallaah memang. tapi saya ga aji mumpung. Waktu ibu saya, mertua dan rombongan keluarga ga dapat nomor haji, banyak orang dekat bilang, pake dong power ente. Ah, saya mah malah bilang, sabar ya bu. Sabar ya wahai keluargaku. Pergi haji mah urusan Allah. Ga usah dicari-cari. Kalo dah waktunya, ya waktunya.
Dan alhamdulillah, pergi ke luar negeri pun sekarang ini saya yang susah payah menolak undangannya. Masya Allah. And I speak not only in bahasa; but both in arabic and english as an international language. Saya bersyukur dengan keadaan ini, tapi sekaligus ada yang membuat saya menjadi tertegun. Betapa "Jakarta" dah ga dianggap. Di hampir semua bandara internasional; baik asia, maupun non asia, nama "Jakarta" ga ada lagi di board penunjuk waktu.. Yang ada: London, Paris, New York, dan kota-kota besar dunia. Bahkan ada nama Kuala Lumpur! Sedang
Jakarta, yang mewakili satu nama besar: Indonesia, ga ada lagi di board tersebut.
Apa yang sedang terjadi dengan bangsa kita, kita semua tahu...
Comments