Skip to main content

Sukses Setelah “Bakar Kapal”

Suherman Wiriadinata,

Mental block sering menghalangi... karyawan yang ingin pindah haluan jadi usahawan. Jurus “bakar kapal” salah satu cara memecahkan mental block. Untuk sebagian orang berhasil, termasuk Suherman Wiriadinata yang sukses mendirikan dan mengelola empat bisnisnya, setelah mengundurkan diri dari sebuah department store di Amerika Serikat

Banyak jalan seorang karya-wan berpindah kuadran menjadi usahawan. Selain mempersiapkan diri dengan membuka usaha sampingan selama bekerja atau membeli franchise, sengaja mengundurkan diri dan langsung menceburkan diri dalam dunia bisnis. Tak ada pilihan yang salah atau benar. Pasalnya, apa pun pilihannya, tentu punya plus minusnya.
Bila mempersiapkannya dengan matang semenjak menjadi karyawan, saat terjadi kegagalan, sumber keuangan pribadi masih terkucur dari gajinya sebagai karyawan. Pun, masih ada kesempatan untuk belajar lagi hingga akhirnya bila telah yakin tinggal mengundurkan diri dari perusahaannya. Namun hal ini tentu butuh waktu dan proses yang lama.

Padahal, jiwa seorang pengusaha itu sejatinya harus tahan banting dan berani menerima resiko. Setidaknya, pengalaman sejumlah pengusaha sukses telah membuktikan jatuh bangun terlebih dahulu baru bisa menuai keberhasilan. Hal ini juga dilakukan oleh Suherman Wiriadinata, yang berani keluar dari perusahaan department store Amerika Serikat untuk kembali ke Indonesia menjadi pengusaha.

Selain karena diminta balik ke tanah air oleh orang tuanya, lulusan S1 Textile Engineering Philadelphia University Amerika Serikat ini, melihat Indonesia adalah tempat yang tepat untuk menjadi pengusaha. “Di sini peluang untuk maju sangat besar. Namun bila ingin mengejar karir, ya, tempatnya di Amerika karena negaranya maju,” ujar pria kelahiran Bandung ini.
Ia mengawali petualangan menjadi pengusaha dengan melanjutkan usaha tekstil orang tuanya di kota Bandung. Tak lama kemudian ia memberanikan diri membuka usaha garmen. “Saya waktu itu mengelola dengan konsep profesional karena saya tak menguasai betul bidang ini. Namun akhirnya gagal, karena yang saya kuasai hanya bikin kainnya saja,” kisahnya sembari melanjutkan, membuat usaha itu gampang tetapi tantangan terbesarnya adalah bagaimana agar membuat sumber daya manusia yang bekerja itu handal dan bermoral bagus.

Namun, ia menganggap kegagalan itu sebagai sebuah pelajaran walau sempat frustrasi. Karena ia selalu berpikir positif, ia pun tidak kapok untuk memulai usaha yang lain. “Karena saya sudah merasakan kegagalan dan stres, saya anggap itu ujian, bila saya memulai usaha lagi pasti hal-hal seperti itu tak akan menjadi persoalan lagi bagi saya,” lanjutnya. Alhasil, setelah itu beberapa usaha yang ia rintis maupun partnership dengan rekan-rekannya mulai menoreh sukses. Sebut saja, ia menjadi master franchise edari minuman Taiwan bermerek I-Cup Bubble Tea, gerai Clothing Redux dan produksi clothing bermerek Redux Absolut, jasa bordir (WAW), Balai Lelang Bandung hingga usaha rental kendaraan.

Ia berpendapat, tak semua karyawan bisa mengikuti jejaknya. Banyak hal yang menjadi kendala. Misalnya, mental karyawan yang sudah puas dan merasa nyaman dengan penghasilannya. “Sopir saya misalnya, dia sudah merasa cukup dengan gajinya, sampai dia meninggal. Tetapi ada karyawan yang berkategori kreatif yang tidak tahan bila duduk di belakang meja saja. Senang sesuatu hal yang baru dan punya jiwa ingin terus belajar. Jiwa seperti itu sangat cocok menjadi pengusaha. Atau menjadi karyawan saja sudah bisa disebut pengusaha bila dalam dirinya sudah ada jiwa entrepreneurship sehingga dia ikut membuat perusahaannya maju,” katanya.

Menurut Suherman, banyak faktor yang membuat pengusaha itu sukses dalam menjalankan bisnisnya. Selain ketekunan dan tahan banting, network yang luas juga sangat diperlukan. “Kita harus membiasakan diri berpola pikir terasah sehingga setiap ada problem tahu bagaimana solusinya. Menjadi pengusaha di Indonesia tak bisa disamakan dengan pengalaman kerja saya di Amerika karena kondisinya sudah berbeda,” lanjutnya.

Di sisi lain, kata dia, sebetulnya untuk menjadi seorang pengusaha tak ada kata nekat atau “bakar kapal” bagi seorang karyawan. “Sebetulnya bukan arti kata nekat tetapi manajemen resiko. Apa pun yang kita lakukan pasti dapat hikmahnya. Lihat dari sudut pandang positif. Kalau orang yang konservatif mungkin hanya akan menginvestasikan sebagian kecil dari uang yang dimilikinya. Misalnya punya uang Rp100 juta, maka untuk modal usaha ia hanya akan menggunakan Rp10 juta, sehingga bila rugi, masih ada sisanya. Tapi kalau dicemplungkan Rp100 juta, hidup matinya di sana, mungkin dia lebih serius, sehingga kemungkinan berhasilnya sangat besar,”ucap suami Cherryl M Gunawan ini.

Menurut dia, kegagalan itu adalah kesuksesan tertunda. “Gagal itu proses, sukses tertunda. Bukan nekat yang penting mau coba nggak. Gagal ya jangan kapok. Coba lagi, mungkin akan terbuka lagi peluang lain. Bila gagal anggap saja itu sebagai biaya belajar, atau asset network dari menjalankan bisnis itu bisa menjadi modal untuk usaha selanjutnya,” ujarnya.
Faktor dominan yang mem-buatnya berhasil, ia melanjutkan, adalah pengalaman dan network yang kian luas. “Karena menurut saya, berhasil dalam bisnis itu relatif, bisa berhasil bertahan. Karena pengusaha besar yang usahanya jatuh bangun pun tak pernah jatuh miskin karena sebelumnya sudah punya network dan kemampuan untuk bangkit kembali,” ujarnya.


Boks:
Suherman Wiriadinata memutuskan keluar dari pekerjaannya dengan posisi yang cukup bagus di sebuah department store di Amerika Serikat. Alumnus S1 Textile Engineering dan S2 International Business di University of Philadelphia, Amerika Serikat ini belajar menjadi pengusaha dengan berani gagal terlebih dahulu, sehingga kemudian sukses mengembangkan bisnis beberapa brand di kota Bandung, di antaranya sebagai master franchise I-Cup Bubble Tea, Balai Lelang Bandung, WAW, Outlet Redux dan clothing Redux Absolut serta usaha rental kendaraan.

Tips:
• Berani mengambil resiko
• Perluas network
• Anggap kegagalan sebagai biaya untuk belajar
• Bila masih menjadi karyawan, anggaplah Anda sebagai pengusaha dari perusahaan tempat Anda bekerja
• Berpikir positif
• Tekun

Comments

Popular posts from this blog

Howard Schultz, Kisah Secangkir Kopi Yang Mendunia

Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan-bahkan dianggap gila-oleh 217 orang dari 242 yang diajak bicara? Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas dunia bisa jadi milik Anda. Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yang dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi Starbucks. "Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun, apakah Anda kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi," itulah sedikit dari sekian banyak cacian yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks. Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into It; Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia merintis "cangkir demi cangkir"

Terobsesi Go International dengan Dawet Cah Mbanjar

Sukses mengembangkan usaha es dawet yang kini berjumlah lebih dari 220 gerobak dan beromzet Rp100 juta per bulan, pemilik gerai Dawet Cah Mbanjar, Hafiz Khairul Rijal terobsesi go international dengan bisnis minuman tradisional tersebut. Berwirausahanya sepertinya sudah menjadi takdir bagi Hafiz. Ketika menjadi mahasiswa Teknik Industri Universitas Sumatera Utara (USU), tahun 2002, Hafiz sudah merintis jadi wirausahawan. Pelbagai macam usaha ia lakoni, total ada 10 jenis, mulai dari laundry, katering, jualan ayam bakar, mie, kue lupis, hingga parfum dan handphone. Tapi, semuanya gagal. Hafiz pun menjajal berjualan dawet. Ia bercerita, ide berbisnis dawet muncul saat bertemu tukang dawet yang mangkal di daerah Sukarame, Medan. Saat itu, Hafiz sekedar iseng bertanya omzet penjualan. Karena tergiur oleh cerita si penjual, ia segera mendatangi juragan dawet agar bisa bergabung. Pembuat es dawet setuju untuk memasok bahan baku dan menyewakan gerobak kepada Hafiz. Meski rugi di bulan pertama

Bekerja Dari Rumah Secara Online

Saat ini di jaman era Internet sedang booming Anda bisa bekerja dari rumah, berapa pun usia Anda dan apa pun latar belakang pendidikan Anda, semuanya bisa. Untuk menghasilkan uang dari internet ada begitu banyak cara. Banyak orang yang ingin berhenti dari pekerjaannya selama ini, tapi mereka khawatir nantinya tidak bisa menafkahi keluarganya. Banyak orang yang sudah bekerja sangat lama di satu tempat dan berfikir bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mendapatkan pekerjaan lain, walaupun di pekerjaan yang lain itu kesempatannya lebih bagus. Alasan-alasan itulah yang membuat mereka tetap bertahan walaupun sudah bosan ataupun tertekan. Mereka tidak peduli walaupun tidak punya banyak waktu untuk keluarganya, ataupun kesehatannya sudah mulai menurun. Apakah anda ingin seperti itu? Tentu tidak, bukan? Karena itu anda harus punya sesuatu sebagai pijakan anda untuk keluar dari masalah yang anda hadapi. Anda harus berpikir untuk mulai bisnis online. Bagaimana caranya bisa menghasilkan uang